Senin, 23 Februari 2009

Kentut Kosmopolitan

Oleh: Seno Gumira Ajidarma
Di Jakarta berbagai hal dapat terjadi, mulai dari hal yang masuk akal, sampai hal-hal yang membalik-balikan logika. Hal inilah yang kemudian menjadi ciri manusia Jakarta atau yang dalam buku ini diistilahkan sebagai Homo Jakartensis.Secara umum manusia Jakarta memang tidak beda dengan manusia yang hidup di kota-kota lain. Jika manusia Jakarta minum kopi, manusia di Wonosari juga tidak sedikit yang gemar ngopi. Jika manusia Jakarta mandi memakai sabun, toh manusia di Ciranjang pun mandi memakai sabun.Namun yang membedakan manusia Jakarta dengan manusia di kota lain adalah cara dalam memaknai kegiatan fungsional tadi, ngopi misalnya. Bagi manusia Jakarta, minum kopi tidak sekadar menyeruput minuman berwarna hitam kecoklatan itu, tetapi di sana juga terdapat selera, cara memilih dan jugasoal citraSalah satu contoh yang dikedepankan oleh Seno untuk menandai fenomena ini adalah hal makan. Makan bukan sekadar makan enak sesuai selera dan sekaligus mengenyangkan, tetapi juga memiliki makna simbolik. Makan di warung tenda yang menyajikan masakan Sunda, jelas berbeda dengan makan di restoran Dapur Sunda yang ber-AC dengan pelayan-pelayan yang ramah.Akibatnya, kalau mau pamer, mengajak seluruh keluarga untuk pesta makan, siapkanlah uang sebanyak-banyaknya. Tetapi, kalau ingin makan dengan selera sendiri, meskipun masih memakai dasi, berpanas-panas di warung tenda pun jadi.Kemudian soal mobil. Mobil ternyata tidak melulu alat transportasi, namun juga merupakan prestise, sebuah identitas bagi pemiliknya. Kehormatan pun diterjemahkan pada simbol mobil tersebut. Tidak heran jika bemper mobil tersebut lecet atau penyok karena terserempet, maka seakan-akan ikut lecet dan penyok pula harga diri dan kehormatan pemiliknya.Padahal itulah fungsi bemper, yakni untuk menahan agar benturan dari mobil lain tidak langsung mengenai body mobil. Bukankah sebaiknya bemper yang penyok dari pada body mobil yang penyok.Dari beberapa contoh peristiwa di atas tampak bagaimana citra, nilai dan gaya menjadi hal yang penting bagi manusia Jakarta. Uniknya proses ini terus menerus berputar selama manusia Jakarta itu ada. Dengan citra dan gaya inilah berbagai persoalan dapat diselesaikan dengan mudah.Dalam dunia bisnis misalnya, memperlihatan citra bonifide perusahaan menjadi elemen yang sangat penting. Tidak heran jika sebuah kantor dengan sengaja membeli lukisan berharga ratusan juta rupiah untuk dipasang di lobby kantor agar timbul kesan direktur perusahan tersebut adalah orang yang tahu banyak soal seni.Di dalam buku ini Seno memang seolah ingin menelanjangi manusia-manusia Jakarta. Ia seperti ingin menunjukkan di balik penampilan manusia Jakarta yang bekesan megah, mewah, dan gemerlap justru terdapat kekacauan, keanehan, dan disoreintasi yang kronis.Kumpulan kolom ini adalah mengenai absurditas manusia Jakarta. Apakah absurditas ini adalah sesuatu yang salah atau keliru? Seno tidak secara terang-terangan mengatakannya, namun paling tidak ia mengajak pembaca untuk melihat sebuah gejala sosiologis yang terjadi pada manusia Jakarta.***

Presiden Guyonan


Judul: Presiden Guyonan
Penulis: Butet KartaredjasaTebal: xxiv + 285 halaman
Penerbit: Kitab Sarimin, Yogyakarta,Terbit: November 2008
Sebuah surat kabar memuat ratusan berita setiap harinya. Berbagai peristiwa dihadirkan ke hadapan pembaca.secara bertubui-tubi. Isu demi isu terus berganti setiap minggunya. Nyaris tidak ada isu yang dapat bertahan lama. Pembaca pun seperti mengalami amnesia isu.Ini adalah konsekuensi dari media massa yang selalu mengutamakan aktualitas. Aktualitas dan kecepatan menyiarkan sebuah berita menjadi menjadi sebuah keharusan. Padahal kedalaman sebuah berita juga diperlukan agar dimensi-dimensi dari sebuah berita dapat ditangkap oleh pembaca.
Oleh sebab itu, harus ada sebuah cara agar isu-isu yang mengemuka di media masa tidak terlindas begitu saja oleh isu-isu lain yang terus menjejali ruang pikiran pembaca. Cara ini harus dapat mengajak pembaca untuk melihat dimensi-dimensi lain dari sebuah peristiwa, merenungkan, merefleksikan, dan bahkan menginterpretasikannya
Untuk itulah sebuah kolom hadir di surat kabar. Kolom tidak hadir dengan perhitungan kecepatan dan aktualitas, meskipun persoalan yang dikemukakan dapat saja merupakan sesuatu yang aktual, tetapi selalu mengajak pembaca untuk sejenak melongok peristiwa tersebut dan memberikan diri untuk merenungkannya.
Tentu saja, untuk mencapai hal ini kolom harus hadir dengan format dan caranya yang berbeda dan khas. Di sinilah kepiawaian seorang penulis kolom dibutuhkan, dan Butet Kartaredjasa telah memilih caranya sendiri untuk mengajak pembaca melihat secara reflektif realitas yang ada di sekitarnya.
Untuk mengajak pembaca merenungkan persoalan atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat, Butet menghadirkan tulisan-tulisan yang dapat mengundang pembaca tersenyum atau bahkan tertawa. Kolom-kolomnya tidak hadir dengan cara yang memberat karena ia tahu, apabila persoalan yang disampaikannya saja sudah berat, maka tidak perlu lagi memberikan beban kepada pembaca dengan menghadirkan tulisan-tulisan yang sulit diicerna. Di sinilah letak salah satu kekuatan kolom-kolom ini.
Kelebihan lain kolom-kolom Butet yang pernah dimuat di harian Suara Merdeka di Semarang ini adalah hadirnya tokoh Mas Celathu bersama anggota keluarganya, yakni Mbakyu Celathu, istrinya, serta anak-anaknya. Lewat tokoh-tokoh inilah Butet menyajikan isu-isu penting yang mungkin terlupakan dalam dinamika kerja sebuah media.
Namun tokoh sentral Mas Celathu memang sangat dominan dalam kolom-kolom Butet ini. Lewat sosok inilah Butet menyampaikan buah pikirannya. Tokoh ini digambarkannya sering muncul dengan kegelisahan-kegelisahan, kegeraman-kegeraman, dan bahkan dengan kebingungan-kebingungannya sendiri, yang merupakan respon dari apa yang dilihat dan dicermati dari lingkungannya.
Mas Celtahu juga bukan hanya sosok sederhana yang terkadang terkesan selalu bebas berbicara, tukang njeplak, dan tajam dalam mengritik, tapi juga sering muncul dengan gagasan yang melawan mainstream. Sebut saja ketika ia bicara soal gay dan lesbian dalam kolomnya yang berjudul Psikopat Anyar. Dalam tulisan ini dikisahkan bagaimana Mas Celathu mencoba meluruskan anggapan umum masyarakat mengenai para gay dan lesbian yang terlanjur diberi cap negatif. Mas Celathu digambarkan mengajak masyarakat untuk menghargai keberadaan kelompok ini. Gay dan lesbian tidak selalu identik dengan pembunuhan kejam, mutilasi atau berbagai kejahatan lain. Justru mereka yang berprofesi mulia, dijangkiti sindrom psikopat.Tidak hanya itu, Mas Celathu pun acap kali tergoda dan ”gatal” untuk memberikan komentar, tanggapan, pujian ataupun ejekan dari apa yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Ini sesuai dengan istilah celathu, yang dalam bahasa Jawa dapat berarti nyeletuk, menyahut, atau "menyambar" omongan orang lain. Alhasil, dengan cara yang jenaka, pentolan teater Gandrik ini, mengritik dan mengolok-olok berbagai kejadian atau keadaan yang menurutnya tidak tepat, melanggar aturan, ataupun keliru sama sekali.
Tetapi Butet tidak selalu memoisisikan Mas Celathu sebagai pengritik yang selalu bersih sehingga seakan-akan punya otoritas menunjuk kesalahan orang lain alias menghakimi. Di sisi lain justru ia menghadirkan Mas Celathu sebagai sosok yang manusiawi, yang sering khilaf, berbuat kekliruan, yang terkadang justru terjebak dalam kondisi atau persoalan yang sebelumnya sering ia kritik.
Simak saja di kolom berjudul Isteri Bernyali. Dalam kolom ini dikisahkan Mas Celathu tergoda untuk "berbisnis" di lokasi yang tertimpa bencana alam. Ia melihat di lokasi bencana alam inilah ia bisa meraup keuntungan dengan berdagang berbagai benda yang dibutuhkan oleh mereka yang tertimpa bencana alam. Namun ide tersebut dimentahkan begitu saja oleh sang istri. Sang istri menilai gagasan tersebut tidak etis karena mencari keuntungan di atas kesusahan orang lain. Diserang seperti itu, Mas Celathu pun mengkeret tak berkutik. Rupanya Mas Celathu yang doyan memarahi penguasa pun bisa tunduk terhadap istrinya.
Salah satu kelebihan kolom-kolom dalam Presiden Guyonan ini adalah bagaimana Butet memakai istilah-istilah dalam bahasa Jawa. Ini wajar saja, sebab kolom ini memang hadir di tengah-tengah masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa. Tetapi toh persoalan yang disampaikan bukan persoalan primordial, tetapi persoalan yang lebih luas lagi spekttrumnya, persoalan. Penggunaan istilah dalam bahasa Jawa justru membuat kolom ini lebih hidup, lebih "berbumbu" sehingga unsur humor yang dibangun di dalamnya lebih kental. Mereka yang tidak terlalu paham bahasa Jawa dapat melihat arti atau makna dari istilah-istilah tersebut di bagian akhir buku ini.
Penggunaan istilah dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh Butet tersebut, mengingatkan kita kepada kolom-kolom almarhum Umar Kayam yang dimuat di harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta. Dalam kolom-kolom tersebut Umar Kayam juga menggunakan istilah-istilah Jawa yang begitu mengena. Dengan istilah-istilah itu justru sendirian, ejekan, ataupun kritik yang dilontarkan menjadi lebih "ciamik" untuk dinikmati.
Catatan lain dari kolom-kolom Butet ini adalah, ia menggunakan "logika terbalik" untuk memaknai masalah-masalah yang ditulis. Hal yang dimaksudkan di sini adalah, apabila sebuah persoalan dipandang serius, seseorang cenderung merseponnya dengan serius pula. Bahkan, sejumlah teori Barat--baik teori politik, ekonomi atau sosial--digunakan untuk memaknai dan mencarikan jalan keluar dari persoalan yang ada.
Namun tidak demikian dengan Butet. Dalam kolom-kolomnya ini, ia justru merseponnya dengan cara yang ringan, sederhana, bahkan cenderung melucu. Persoalan-persoalan yang ada selalu dihampirinya dengan cara yang membuat orang tergelitik. Inilah yang dimaksudkan "logika terbalik". Sesuatu yang tampak serius, ”angker” atau bahkan elit, di kolom-kolom justru diresponnya hanya dengan tertawa. Di sini Butet seperti ingin mengajak pembaca menghampiri setiap masalah dengan cara yang terbalik. Ia seperti ingin berkata, buat apa susah-susah merunyamkan pikiran hanya karena memikirkan persoalan yang sudah terlalu ruwet. Lebih baik hadapi saja dengan senyum. Buat apa mengerutkan dahi karena melihat kesedihan yang terlampau menyedihkan, lebih baik tertawa saja agar kesedihan itu lebih dapat dapat terobati.***

Selasa, 17 Februari 2009

Perpustakaan Keluarga

Adanya perpustakaan di dalam rumah dapat menciptakan suasana belajar, selain menggugah minat baca keluarga. Terdapat syarat untuk membuat perpustakaan rumah agar nyaman sekaligus fungsional. Meski sudah memasuki zaman cyberdata, namun buku tetap masih punya peranan penting sebagai sumber pengetahuan dan informasi. Karena buku dan kegemaran membaca buku pula yang membuat orang memerlukan diri memiliki tempat khusus untuk menyimpan dan 'menikmati' buku. Tempat yang merupakan oase yang tak pernah kering itu biasa juga disebut perpustakaan. Adanya perpustakaan keluarga di dalam rumah itu bagus untuk perkembangan anak. Keberadaan perpustakaan setidaknya akan mampu memotivasi keluarga untuk memiliki apresiasi terhadap buku yang kemudian akan diikuti dengan kegiatan membaca. Perpustakaan juga dapat menciptakan suasana gemar belajar bagi keluarga. Namun, tak sedikit orang yang tak mengetahui bagaimana membuat sekaligus menata ruang menjadi perpustakaan yang nyaman, tak berjarak dengan ruang lainnya, dan tentunya bisa juga memiliki unsur estetika. Tak heran bila di setiap rumah masih kerap ditemui tumpukan buku yang memenuhi kamar. Pencinta buku sejati tentu tidak akan membuangnya hanya sekadar untuk merapikan ruangan. Karena itu, ada baiknya bila kita menyediakan satu kamar atau satu sudut untuk menata koleksi buku. Tak membatasi aksesPenentuan lokasi sangat penting untuk menentukan ruang perpustakaan keluarga. Karena di sanalah kita bisa menempatkan bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan koleksi bacaan pribadi keluarga. Sebaiknya perpustakaan tidak terletak dalam kamar tidur Ketika Anda membangun perpustakaan di rumah, maka buku-buku yang ada di perpustakaan tersebut bukan lagi mutlak milik Anda, tetapi juga milik bersama. Selain itu, anggota keluarga lainnya akan terbatas aksesnya jika perpustakaan ada di dalam kamar tidur. Desain perpustakaan harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah. Misalnya, ada yang menginginkan perpustakaan itu juga menjadi ruang baca atau sekadar tempat untuk mengisi waktu dengan rileks. Ada juga yang mendesain perpustakaan dengan dinding kaca yang berbatasan langsung dengan taman agar dapat menikmati keasrian halaman sambil membaca buku. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk membuat perpustakaan dalam rumah. Yaitu, cukup cahaya, sirkulasi udara lancar, dan jauh dari kebisingan. Dengan begitu keluarga akan betah membaca atau menulis berjam-jam disana. Faktor pencahayaan yang cukup ini harus diperhatikan karena musuh utama buku adalah matahari. Sinar matahari yang berlebihan dapat membuat lembaran buku menjadi kusam, pudar, dan rusak. Sebaiknya perpustakaan itu jauh dari jendela, supaya koleksi buku yang ada tak terlalu kena banyak sinar. Sebagai alternatif dapat digunakan lampu khusus untuk membaca, yakni lampu dengan penutup sehingga sinar hanya mengarah ke arah obyek baca. Lampu jenis ini bisa berupa lampu meja, standing lamp, lampu dinding, atau tipe down light yang tertanam di plafon. Selain itu, perpustakaan keluarga sebaiknya juga mempunyai dinding bebas sebanyak mungkin untuk tempat rak buku. Dinding-dinding tersebut juga harus bersifat kering. Artinya, jangan gunakan dinding yang bersebelahan dengan daerah lembab, seperti dinding luar rumah, kamar mandi, dan ruang cuci. Tapi, bila perpustakaan sudah terlanjur jadi, disarankan untuk menggunakan pendingin ruangan. Karena pendingin ruangan baik untuk sirkulasi udara, sehingga buku menjadi awet. Tapi, kalau rumah tak memasang alat pendingin, maka idealnya perpustakaan itu dibangun dengan jarak 16 meter dari atas tanah. Ada baiknya juga bila Anda mempertimbangkan sudut ruang atau kamar yang memiliki kemungkinan untuk diperluas. Karena Anda tak perlu was-was jika buku akan bertumpuk bila koleksi bertambah banyak. Untuk lantai perpustakaan tak ada batasan yang signifikan. Lantai bisa terbuat dari bahan marmer, keramik atau kayu. Bagi Anda yang tak takut debu dan sanggup membersihkan setiap hari, boleh memasang karpet di ruang perpustakaan ini. Utamakan rak bukuSebagai perpustakaan keluarga, koleksi yang disimpan tentu bervariasi mulia dari fiksi seperti cerita anak, remaja, komik, sampai ensiklopedia. Koleksi bacaan ini tentu membutuhkan tempat penyimpanan atau rak buku. Namun, sebelum membuat rak yang cocok, sebaiknya Anda lebih dulu mengelompokkan buku berdasarkan ukurannya. Dengan begitu, Anda akan bisa menentukan ukuran rak buku yang sesuai. Memang, akibatnya buku-buku di perpustakaan pribadi Anda ini akan berkelompok berdasarkan ukuran buku, bukan klasifikasi kelompok ilmu pengetahuan. Namun, harus diingat bahwa ini adalah perpustakaan pribadi, bukan untuk umum. Jadi, memang hanya Anda dan keluarga yang diharapkan bisa mencari suatu judul buku dengan cepat di rak-rak buku itu. Lagipula, kita biasanya lebih ingat buku kita dari ukuran dan cover-nya, daripada pengarang atau penerbitnya. Lain halnya bila koleksi buku Anda terdiri atas banyak klasifikasi yang juga terdiri atas banyak judul. Agar mudah dikelompokkan, maka Anda bisa mencontek sistem klasifikasi seperti yang biasa ditemui di perpustakaan besar. Hanya saja Anda lebih bebas untuk memberikan nama untuk buku induknya, namun setidaknya minimal dicantumkan catatan untuk nomor induk dan judul buku. Setiap buku harus punya nomor induk yang berbeda, meski terdapat dua buku berjudul sama. Selain ditulis dalam buku induk, nomor induk juga sebaiknya dituliskan pada masing-masing buku. Pemberian nomor induk ini juga terserah Anda, misalnya 001/2002, 002/2002, dan seterusnya atau 001, 002, dan seterusnya. Selain disesuaikan dengan jumlah buku, besar rak ini juga harus mempertimbangkan luas perpustakaan. Rak tak perlu dibuat terlampau tinggi atau pun sesak agar Anda mudah menjangkau buku-buku dalam rak. Umumnya rak buku berbentuk kotak-kotak kecil atau sedang. Rak ini bisa diperoleh di toko furnitur. Atau jika Anda ingin lebih puas, tak ada salahnya merancang rak sendiri. Kalau masih menemui kesulitan, Anda bisa berkonsultasi dengan tukang kayu. Untuk bahan dasar rak, sebaiknya gunakan papan dari kayu keras, seperti jati, kamper, atau ulin. Kayu keras cenderung lebih tahan terhadap musuh-musuh kayu, seperti rayap dan bubuk kayu. Memang kayu keras memiliki harga lebih, namun bisa memberikan perlindungan tambahan bagi buku-buku Anda. Tentu saja bisa juga menggunakan bahan-bahan lain, seperti pelat besi baik yang pabrikasi maupun yang dikerjakan sendiri. Warna rak bisa dicat putih atau mengikuti warna kayu, atau tergantung selera Anda. Sebagian orang kerap menambahkan unsur kaca pada rak buku. Biasanya ini didasari alasan agar buku tak cepat kotor dan rusak. Kesannya kalau pakai kaca itu buku cuma jadi koleksi, bukan bacaan, jadi secara psikologis orang juga jadi males baca. Agar perpustakaan makin nyaman, Anda juga bisa memasang meja baca atau pun sofa. Beberapa aksesori, seperti lukisan, foto keluarga, dan foto seni juga bisa dipajang. Untuk membangun suasana, tak ada salahnya jika ada satu atau dua pot tanaman hidup di sudut ruang. Alunan musik klasik atau slow juga bisa diputar di perpustakaan. Namun, karena rak buku akan menjadi perabot yang mendominasi perpustakaan keluarga, sebaiknya kurangilah perabot lain yang kurang perlu, misal televisi. Kalau di perpustakaan ada TV, nanti nggak jadi baca malah nonton teve.

Senin, 16 Februari 2009

Kamis, 05 Februari 2009

Kabar dari Teman di Kabupaten Malang

Perpustakaan Pedesaan Itu Tertimpa Pohon Tumbang
oleh : redaksi
Masih ingat perpustakaan sederhana milik Eko Cahyono, warga Kecamatan Jabung Kabupaten Malang, yang diabdikan sebagai perpustakaan umum bagi masyarakat desa-desa sekitar? Beberapa waktu lalu, bangunan ‘perpustakaan pedesaan’ itu kena musibah tertimpa pohon tumbang lantaran angin kencang di awal musim hujan ini. Atapnya yang dari asbes jebol hingga bocor hebat saat hujan. Perpustakaan milik Eko Cahyono ini juga kebanjiran, mengingat letak bangunannya di bidang tanah yang rendah. Selain itu, tiang penyangga dari kayu sudah keropos.Namun, hal itu ternyata tidak menyurutkan minat para pengunjung yang rata-rata anak usia SD-SMP. ‘’Mereka tetap suka membaca berlama-lama di sini meski perpustakaan ini habis tertimpa pohon tumbang dan kondisinya serba darurat,’’ ujar Eko.Sekitar 100-300 orang berkunjung ke perpustakaan yang memang satu-satunya di kawasan tersebut. Menurut pengakuan pemiliknya, tak kurang dari 6400 orang tercatat sebagai anggota, yang tersebar di wilayah Jabung dan sekitarnya. Ribuan buku telah menjadi koleksinya, yang diperoleh dengan cara mencari bantuan ke sana ke mari.‘’Dua minggu lalu kami mendapat bantuan buku dari UNTAG Surabaya berikut rak buku dari kayu. Saya gembira, karena mulai banyak pihak yang berdatangan membantu buku dan beberapa peralatan. Dulu, saya mencari bantuan buku door to door ke mana saja, kepada siapa saja,’’ kata Eko.Seperti pernah diberitakan di mingguan ini, Eko Cahyono, warga Jabung, sudah lebih dari sepuluh tahun mengelola perpustakaan miliknya yang diabdikan untuk masyarakat setempat. Perpustakaan itu diberinya nama ‘Perpustakaan Anak Bangsa.’ Dia sempat menjual sepeda motor yang sehari-hari dijadikan sumber penghasilan dengan cara disewakan, demi membiayai perpustakaan pedesaan tersebut. Lantaran kesungguhannya, beberapa pihak memberikan bantuan berupa buku maupun perlengkapan lain. Wakil Bupati Malang Rendra Kresna juga pernah mmberikan apresiasi tersendiri dengan berkunjung dan memberi bantuan, serta bermain bersama anak-anak yang sedang membaca buku di sana.

Memahami Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan


Perpustakaan sebagai suatu organisasi yang memberikan layanan kepada masyarakat memerlukan kesiapan petugas untuk mengemban tugas tersebut. Baik dan buruknya citra perpustakaan sangat ditentukan oleh baik dan buruknya jasa layanan yang diberikan oleh perpustakaan yang bersangkutan.
Seperti organisasi lainnya, perpustakaan dan organisasi informasi lainnya mempekerjakan banyak tipe orang yang berbeda watak, kebiasaan dan budayanya yang kemudian membentuk suatu kelompok. Jelas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan organisasi itu adalah kondisi interaksi kelompok tersebut, yakni komunikasi antar pegawai, antara pimpinan dengan bawahan dan antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain di dalam suatu organisasi serta antara petugas dengan pengguna perpustakaan.Dalam hal ini setiap individu seyogyanya menyadari bahwa seseorang mungkin memiliki kelebihan, sedangkan yang lain mempunyai kekurangan dalam ketrampilan interaksi sosial. Dengan menyadari kondisi ini, diharapkan bahwa keterpaduan kelompok dapat ditegakkan. Karena integrasi suatu ketrampilan kelompok dapat memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya secara efektif. Dan sebaliknya seringkali kelompok kerja terpecah akibat kurang komunikasi antar anggota atau antar bagian di dalam organisasi tersebut. Agar pekerjaan dapat dikerjakan secara efektif, keterpaduan yang menimbulkan kerjasama tetap diperlukansumber : Psikologi Perpustakaan (Ir. Toha Nursalam, S.IP)

Menjadi Pustakawan, Sebuah Renungan

Selama 15 tahun saya mengeluti dunia perpustakaan sehingga banyak suka duka dalam menjalani profesi pustakawan. Senang tidaknya seseorang terhadap profesi pustakawan tergantung pada minat dan ketertarikan seseorang kepada perpustakaan. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat, sehingga pustakawan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Sekarang ini jalan yang ditempuh pustakawan untuk meningkatkan SDM melalui studi lanjut ke D-3, S1, S2, pelatihan, seminar dan lain-lain.
Pustakawan adalah pejabat funsional yang berkedudukan sebagai pelaksana penyelenggara tugas utama kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Sedangkan jabatan fungsional pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah atau unit tertentu lainnya.
Keistimewaan seorang pustakawan antara lain :
Adanya perhatian pemerintah yang memberikan peluang dan kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan karir dan peningkatan kinerja para pustakawan dengan dikeluarkan keputusan Menpan No, 33/1998 tentang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya.
Profesionalisme pustakawan dalam pelaksanaan kegiatan perpustakaan berdasarkan pada keahlian dan rasa tanggungjawab. Keahlian merupakan dasar dalam menelurkan hasil kerja yang tidak sembarang orang dapat menghasilkannya.
Pustakawan merupakan seorang manajer informasi
Mempunyai banyak teman baik dari kalangan mahasiswa, dosen, karyawan, maupun masyarakat luas
Bisa menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan karena banyak informasi atau bahan pustaka diperpustakaan
Dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi
Pustakawan merupakan pekerjaan yang mulia
Dapat ikut serta dalam pengentasan kebodohan dan mencerdaskan generasi bangsa
Bisa menanamkan disiplin, sabar dan percaya diri dalam melakukan pekerjaan kepustakawan
Dapat ikut serta membantu pemerintah dalam menumbuhkan minat dan kemampuan membaca masyarakat