Rabu, 28 Oktober 2009


Apakah Kita Masih Terikat Pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928?


Ada kecenderungan yang tidak sehat di kalangan redaksi dan para pemancar televisi dan radio yang menganggap bahwa bahasa Indonesia itu merupakan barang murahan saja.

Mungkin sekitar sepuluh tahun yang lalu kita semua pernah disibukkan oleh larangan menggunakan bahasa Inggris sebagai nama toko maupun nama pengembang dan produknya. Tapi sekarang sepertinya trend sudah berubah. Jadi kalau yang tinggal di Bumi Serpong Damai maka sekarang orang lebih kenal BSD City. Begitu juga tampaknya pada berbagai fasilitas umum, dari busway, shuttle bus, sampai tulisan Police tanpa bahasa Indonesia.

Karena ketakutan anak-anak era ini ketinggalan dalam perkembangan persaingan global, maka jadilah semua anak Indonesia bukan hanya di perkenalkan kepada bahasa Inggris sebagai bahasa kedua melainkan juga dijadikan sebagai semacam bahasa ibu mereka.

Menurut seorang teman yang ikut dalam aliran memilih bahasa pengantar bahasa Inggris bagi bahasa sehari-hari anaknya, hal ini akan lebih berguna di masa depannya. Menurut dia, bahasa Indonesia akan mudah dipelajari di kemudian hari.

Melalui artikel ini saya ingin bertanya kepada pembaca, apa arti Sumpah Pemuda 1928 bagi kita? Adakah generasi sekarang dan akan datang masih akan terikat pada kesatuan yang dicanangkan sebagai Sumpah Pemuda ini?

Senin, 19 Oktober 2009

Senin, 19/10/2009 02:41 WIB
Kabinet SBY Mendatang Dinilai Tak Memiliki 'Theme Song'
Amanda Ferdina - detikNews

Jakarta - Beberapa nama calon menteri telah diumumkan. Audisi kelayakan pun sudah digelar. Akan tetapi, proses penyusunan kabinet ini dinilai kurang memiliki 'Theme Song'.

"Dalam pengertian saya, kalau di kabinet itu harus memenuhi public policy dengan 1 bendera. Sampai yang diumumkan tadi, kabinetnya tidak ada theme song-nya," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Rocky Gerung saat berbincang lewat telepon, Minggu (18/10/2009) malam.

Seharusnya Presiden SBY mengucapkan 1 tema dalam kabinet barunya. "Misalkan apakah tema ekonomi Neolib atau sosial. Itu yang mesti dia jawab karena dua-duanya (calon) ada di situ (kabinet)," tutur Rocky.

Rocky menyesalkan pencarian calon menteri baru dilakukan sekarang.

"Harusnya dari 6 bulan lalu sudah selesai. Begitu Presiden menang seharusnya 2 hari setelahnya sudah tahu nama-nama calon menterinya. Ini sekarang malah sibuk cari orang. Yang ada ini seperti sinetron, orang dipaksa nonton di Cikeas, lalu pindah ke RSPAD, dan senyam-senyum," jelasnya.

(amd/mok)
Senin, 19/10/2009 04:41 WIB
Audisi Calon Menteri Dinilai Rumit
Amanda Ferdina - detikNews

Jakarta - Proses audisi calon menteri yang sedang berlangsung dinilai rumit dan tidak efektif. Pasalnya, proses berlangsung dengan prosedur tes yang berbelit-belit dan hasilnya belum tentu sesuai dengan harapan.

"Prosedurnya berbelit-belit. Misalkan kumpulin 100 orang disaring, di proper test, lalu periksa kesehatan, dan lain-lain. Kerjaannya rumit tapi hasilnya tidak serumit kerjaan," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit saat berbincang lewat telepon, Minggu (18/10/2009) malam.

Efektif tidaknya kabinet SBY mendatang, lanjut Arbi, dipengaruhi oleh penempatan sebagian calon menteri yang tidak sesuai dengan kapasitasnya. "Tidak efektifnya, orang dari partai yang dimaksudkan itu tidak jelas untuk tugas-tugas yang bersangkutan (tidak sesuai kapasitasnya). Atau orang lama atau orang baru ditaruhkan di posisi menteri yang tak pas," kata Arbi.

Arbi berharap SBY tidak sekedar mengumpulkan partai-partai yang ada untuk memperkuat dukungan terhadap dirinya. Lebih dari itu, seharusnya kubu pemenang mampu menyelenggarakan pemerintahan yang efektif dan kuat serta menjamin demokrasi.

"Sekarang ini nggak jelas. Karena dia mengumpulkan partai-partai dan dia mengakomodasi orang-orang dari partai itu dan demokrasi terancam. Pikirannya ribet," ujar Arbi. (amd/mok)

Berlebihan, Audisi Calon Menteri Mirip Indonesian Idol
Amanda Ferdina - detikNews

Jakarta - Proses audisi calon menteri dinilai berlebihan. Bahkan audisi calon menteri yang terdiri atas serangkaian tes itu dianggap mirip ajang pencari bakat, Indonesian Idol.

"Tesnya berlebihan kayak audisi indonesian idol. Nggak perlulah," ujar pengamat politik dari LIPI Syamsudin Haris ketika berbincang dengan detikcom, Minggu (18/10/2009) malam.

Syamsuddin menganggap audisi yang dilakukan SBY terlalu didramatisir. "Langsung saja SBY sebut nama menteri, ngapain dipanggil dan ditanya basa-basi, kinerjanya juga nanti biasa-biasa saja," ketusnya.

Proses audisi, lanjut Syamsuddin, seharusnya dapat berjalan seperti biasa. "Sekarang kesan pencitraannya sangat-sangat dominan. Mudah-mudahan serius, tapi keseriusan tidak perlu ditontonkan demikian," ucapnya.