Selasa, 26 Mei 2009

Perkembangan Kelembagaan Perpustakaan Kabupaten Kendal

Secara de fakto kelembagaan Perpustakaan Kabupaten Kendal sudah ada sejak tahun 1985. Sedangkan secara de yure; mempunyai landasan hukum baru terjadi sejak ika dilaksanakannya Perda Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tatalaksana Badan-Badan dan Kantor-Kantor Kabupaten Kendal. Selama kurun waktu antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1997 organisasi perpustakaan umum di kabupaten kendal masih belum mandiri sebagai sebuah organisasi, masih menginduk dari satu lembaga ke lembaga lain.
Ada tiga lembaga yang pernah menaungi perpustakaan umum, yaitu :
1. Bagian Hukum dan Organisasi Tatalaksana Sekretariat Daerah Daerah Tingkat II Kendal dari tahun 1985 sampai dengan tahun 1989;
2. Bagian Organisasi Tatalaksana Sekretariat Daerah Daerah Tingkat II Kendal yang kemudian menjadi Bagian Organisasi Sekretariat Daearah Tingkat II Kendal dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1996;
3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Tingkat II Kendal dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1997 dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
Setelah keluarnya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997 tanggal 18 Pebruari 1997 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tatalaksana Perpustakaan Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal, ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Perintah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kendal Nomor: 821/3554 tanggal 6 September 1990 Tentang Pengangkatan Saudara Drs. Edi Purwanto sebagai Pelaksana Tugas Kepala Perpustakaan Umum Daerah Tingkat II Kendal. Maka, secara resmi lembaga Perpustakaan Umum Kabupaten Kendal beroperasi melayani masyarakat dengan menempati gedung yang beralamat di Jalan Notomudigdo nomor 5 Kendal.
Seiring dengan berkembangnya pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 2001, sekaligus sebagai langkah efisiensi dan efektivitas struktur organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kendal mengalami reorganisasi termasuk di dalamnya organisasi perpustakaan umum, yang semula berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1997 merupakan Unit Pelaksana Daerah (UPD), maka dengan keluarnya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan Tatakerja Badan-Badan dan Kantor-Kantor Kabupaten Kendal, maka organisasi Perpustakaan Umum Kabupaten Kendal menyandang status baru yaitu sebagai Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Kendal sampai denga sekarang.

Senin, 11 Mei 2009


Pendidikan Guru dari Masa ke Masa

Riwayat pendidikan bagi guru di tanah Indonesia terjadi secara evolusioner. Hanya saja perubahan-perubahan tersebut belum menemukan satu visi yang konkret. Perubahan-perubahan nama, sistem dan segala tetek bengek-nya seperti sebuah perayaan atas zaman. Sementara itu pendidikan guru di Indonesia seperti kehilangan daya magisnya sebagai pelahir guru-guru yang benar-benar paham pendidikan di Indonesia. Sepertinya calon guru hanya untuk mengincar status sosial, jabatan, dan lowongan tanpa ada dedikasi untuk benar-benar menjadi guru yang baik, yang tidak sekadar mentransfer pengetahuan tetapik juga memotivasi, memerdekakan, memanusiakan, serta membuat kreatif anak didiknya. Berawal dari Eropa. Masyarakat kuno dan pertengahan Eropa menganggap bahwa institusi pendidikan kurang memberikan petunjuk prinsip praktik mengajar. Pendek kata, seseorang yang ingin menjadi pengajar hanya diminta untuk mendemonstrasikan pengetahuan dari subjek mata pelajaran yang ingin mereka ajarkan. Selama zaman Renaisance Eropa beberapa guru seperti Vittorino de Feltre di Italia, Johannes Sturm di Jerman dan Jhon Colet di Inggris mendapatkan pengakuan luas untuk pembelajaran dan kemampuan mengajar mereka, tetapi pelatihan guru sedikit mendapatkan perhatian. Hal ini tidak berlangsung hingga penerapan prinsip demokrasi selam abad 17 hingga 18dengan masukan mereka yaitu bahwa perkembangan ekonomi, sosial dan politik negara bangsa dapat diperoleh melalui pendidikan masyarakat individual, yang ukuran-ukurannya diambil dari pendirian insitusi-institusi yang memberikan pelatihan kepada pengajar.Institusi pendidikan yang pertama kali diketahui menawarkan program yang sistematik pendidikan pengajar adalah the Institute of the Brothers of the Christian Schools yang didirikan pada 1685 di Reims, Perancis oleh pendeta John Baptist de la Salle. Pada abad 18 institusi serupa didirikan di Perancis dan Jerman. Pada 1794 sekolah yang didukung oleh pemerintah Perancis tersebut adalah sekolah pertama yang mengikuti prinsip filsuf Jean Jacques Rousseau. Roesseau mempercayai bahwa pendidik seharusnya berkonsentrasi terutama dengan perkembangan mental dan fisik pelajar dan materi belajar harus berada pada posisi kedua setelahnya. Prinsip ini kemudian diadopsi oleh sekolah pelatihan guru di seluruh dunia dan menjadi doktrin dasar seluruh teori pendidikan. Dari banyak pengajar yang mengaplikasikan dan mengembangkan teori kependidikan Rosseau, yang paling penting adalah Johann Heinrich Pestalozzi yaitu pembaharu pendidikan Swiss pada akhir abad ke 18.Kemajuan penting dalam teori dan metode pelatihan guru dibuat di Prussia awal abad 19 dengan menerapkan pandangan pendidik Johann Fiedrich Herbart. Dia menekankan studi tentang proses psikologi pembelajaran sebagai alat untuk merencanakan program pendidikan berdasarkan bakat, kecerdasan, dan ketertarikan siswa. Kesuksesan metode Herbart membuat banyak orang mengadopsinya dalam sistem kursus guru di pelbagai negara.Pengaruh pendidikan Eropa ini berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Nusantara. VOC, sebagai kongsi dagang Belanda yang merambah wilayah Nusantara merupakan pembawa pengaruh pendidikan ala Eropa tersebut. Pada 1834, berkat VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool) Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon pada 1834. Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun (1864) dan dapat memenuhi kebutuhan guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu. Sekolah serupa diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada 1852 dan 1855 dibuka satu lagi di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan Minahasa adalah bahasa Melayu.Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah pendidikan guru negeri pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya, Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan dari Surakarta ke Magelang.[1]Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru, tapanuli pada 1864, yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano pada 1873, Ambon pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876, dan Padang Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini mengalami pasang surut karena adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara. Kweekscool yang ditutup terletak di Magelang dan Tondano pada 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Penutupan sekolah ini akibat dari malaise.Di Kweekschool, bahasa Belanda mulai diajarkan pada 1865, dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan menjadi bahasa pengantar. Pemerintah Hindia Belanda tidak banyak campur tangan terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan diserahkannya kepada swasta. Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di Batavia, Semarang, dan Surabaya (1890).[2]Pada abad ke-20, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pendidikan, pendidikan guru mengalami perkembangan sehingga terdapat tiga jenis sekolah guru, yait: 1). Normaalschool adalah sekolah guru yang menggunakan pengantar bahasa daerah dengan masa pendidikan empat tahun dan menerima lulusan sekolah dasar lima tahun; 2) Kweekschool adalah sekolah guru dengan lama belajar empat tahun dan menerima lulusan sekolah dsara berbahasa Belanda. 3). Hollandsch Inlandsch Kweekschool (HIK) yaitu sekolah guru yang menggunakan pengantar bahasa Belanda dengan masa pendidikan enam tahun dan bertujuan menghasilkan guru HIS/HCS.[3]Pendidikan Guru oleh SwastaSelain juga dari pemerintah Kolonial para pribumi juga mendirikan sekolah. Seperti dapat diketahui dari Organisasi Muhammadiyah yang didiririkan K.H. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini menitikberatkan pula dalam bidang pendidikan dan pengajaran K.H. Ahmad Dahlan mengadakan pembaruan dalam mengelola pendidikan sekolah-sekolah yang dibangunnya. Sekolah-sekolah itu disesuikan dengan kebutuhan masyarakat, dan disesuaikan pula dengan sekolah-sekolah yang dibangun Belanda seperti HIS, Kweekscool, AMS, dan MULO.[4]Gerakan serupa mucul pada 7 Juni 1924. Taman Siswa cabang Mataram (Yogyakarta) membuka bagian MULO-Kweekschool (Taman Guru) dengan lama belajar empat tahun sesudah tamat Taman Muda (SD) atau setingkat. Maksud dibukanya bagian ini adalah untuk menghasilkan guru bagi kepentingan Taman Siswa sendiri. Pelaksanaan Taman Guru pada tahun ketiga dilakukan terpisah, yaitu bagian Taman Dewasa demham lama belajar tiga tahun setelah tamat Taman Muda (SD) dan bagaian Taman Guru yang lama belajarnya satu tahun setamat Taman Dewasa.[5]Pesatnya perkembangan dan kemajuan Perguruan Taman Siswa nampaknya telah mengancam kepentingan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah kolonial mencegah meliuasnya pengaruh Taman Siswa di kalangan Masyarakat demham mengeluarkan berbagai aturan dan tindakan. Pada tahun itu juga, Taman Siswa dikenakan pajak rumah tangga. Ki Hadjar Dewantara yang dengan keluarganya hanya menempati dua kamr di tengah-tengah bangunan Taman Siswa, tentu saja menolak kewajiban membayar pajak tersebut.Pada 1932, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Ordonansi sekolah Liar. Taman Siswa masuk jerat ini. Ki Hadjar protes kepad pemerintah. Partai politik turut mendukung protes tersebut dan memperjuangkanya di Volksraad. Begitu juga dengan surat-surat kabar saat itu. Akhirnya pada 1935, setelah dua tahun mengalami proses alot, ordonansi sekolah liar dihapuskan.[6]

Masa Jepang

Ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Pendidikan diarahkan untuk kepentingan praktis bagai Jepang. Untuk mendidik guru terdapat tiga jenis sekolah guru, yaitu 1) Sekolah Guru Dua Tahun Syoto Sihan Gakko) 2) sekolah guru empat tahun (Guto Sihan Gakko), 3) Sekolah guru enam tahun (Koto Sihan Gakko).[7] Namun sebenarnya hanya sekolah guru pemerintah yang dibuka kembali, sekolah guru swasta tetap ditutup.[8]Pada zaman Jepang pendidikan merosot dengan drastis dibandingkan dengan keadaan pada zaman Belanda. Sekolah rakyat menurun jumlahnya dari 21.500 menjadi 13.500, sekolah menengah turun dari 850 menjadi 20. demikian pula dengan jumlah murid, murid sekolah rakyat menurun 30%, murid sekolah menengah merosot sebesar 90%. Jumlah guru sekolah rakyat menurun 35% dan guru sekolah menengah merosot 95%.[9]

Orde Lama- Masa Orde Baru

Jepang hengkang, Indonesia merdeka. Dasar sistem pendidikan pun mulai digagas. Maka pada awal republik berdiri sistem pendidikan meliputi pendidikan rendah, pendidikan guru, pendidikan umum, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Pendidikan guru adalah sekolah yang diadakan untuk menghasilkan guru. Jenis pendidikan guru adalah sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru C (SGC) dan Sekolah Guru A (SGA). Lama pendidikan SGB adalah empat tahun dan dimaksudkan untuk mendidik guru SR. murid yang diterima lulusan SR yang lulus dalam ujian masuk ke sekolah lanjutan. SGA menerima lulusan SMP.Sehubungan dengan kebutuhan guru SR yang mendesak, dibuka sekolah guru yang dalam waktu singkat dapat menghasilkan guru. Untuk itu didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dam disebut SGC. Namun, keberadan SGC dirasakan kurang bermanfaat sehingga SGC ditutup dan sebagaian dijadikan SGB. Oleh karena adanya anggapan bahwa sekolah guru empat tahun belum dapat menjamin pengetrahuan dan kemampuan yang cukup sebagai guru, amka dibuka SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP dan juga dapat menerima murid dari lulusan tingakt III SGB.[10] Selain itu ada sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) yang lama belajarnya empat tahun setelah SMP atau SKP.Sejalan dengan pengadaan guru untuk tingkat pendidikan rendag, Kementerian pendidikan, pengajaran dan Kebudayaan juga mengadakan usaha penambahan guru untuk tingkat pendndikan menegah. Pendidikan guru untuk SLTP dan SLTA dilakukan dengan melalui kursus-kursus yang lamanya dua tahun. Kursus-kursus yang diadakan yaitu kursus Bahasa jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Bumi, dan Ilmu Pasti. Di antara kursus-kursus tersebut, hanya kurus Ilmu Pasti yang belum menghasilkan guru karena pecahnya aksi militer Belanda II 1948.[11]Oleh karena itu presiden mengeluarkan Kepres No 1 Tahun 1963, tertanggal 3 Januari 1963 yang memutuskan untuk menggabungkan FKIP dasn IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Sebagai pelaksanaan Keppres tersebut keluar SK Menteri Pendidikan PTIP No. 55 tahun 1963 tertanggal 22 Mei 1963 yang menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Tujuannnya adalah untuk memenuhi kualitas dan kuantitas guru di Indonesia.[12]Sepeninggal Orde Lama, Orde baru di bawah pemerintahan Soeharto mulai menata pendidikan guru di Indonesia. Ada dua langkah dasar yang ditempuh pemerintah Orba dalam meningkatkan kualitas guru. Langkah tersebut antara lain; 1) menyeragamkan jenjang pendidikan dari semua jenis pendidikan guru pra-jabatan, dari sistem yang merupakan gabungan antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata tunggal, yaitu semua pendidikan guru guru pra-jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. 2) Menentukan semua pendidikan guru pra-jabatan dikelola oleh Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.[13] Dengan kebijakan tersebut maka pendidikan Sekolah Guru B, Sekolah Guru A, dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) ditiadakan. Pelbagai pelatihan dan penataran untuk meningkatkan kualitas guru juga dilakukan pemerintah Orba. Proyek peningkatan kualitas guru tersebut dilaksanakan di IKIP, Fakultas Keguruan, BPG, dan SGPLB.[14]Dua tahun sebelum reformasi, 1996, terjadi perubahan signifikan dalam tubuh pendidikan keguruan di Indonesia. Wacana untuk mengubah IKIP menjadi universitas mulai bergulir. Direktorat Pendidikan Tinggi akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan No 1449/D/T/1996 tertanggal 20 Juni 1996 bahwa IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang diubah menjadi universitas. Hal ini menyebabkan IKKIP-IKIP tersebut membukan jurusan dan prodi non-kependidikan sebagai konsekuesi atas perubahan ke arah universitas. Maka pada 1998/1999 di saat reformasi bergulir IKIP-IKIP tersebut berubah menjadi universitas, termasuk IKIP Yogyakarta yang berubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta pada 4 Agustus 1999.

Sumber Pustaka:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979.

Pendidikan dari Jaman ke Jaman. Jakarta: BP3K.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995.

Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdikbud.H. Najamudin. 2005.

Perjalanan Pendidikan di Tanah Air. Jakarta: PT. Rineka CiptaMochtar Buchori, 2007.

Evolusi Pendidikan di Indonesia, Dari Kweekschool sampai ke IKIP: 1852-1998. Yogyakarta: Insist Press.Sismono La Ode Dkk. 2006.

Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph.D. Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press.

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Depdikbud, hlm. 20-21.

[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid, hlm. 20-21.

[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid, hlm. 30.

[4] H. Najamudin. 2005. Perjalanan Pendidikan di Tanah Air. Jakarta: PT. Rineka Cipta., hlm. 61.

[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Op.cit, hlm. 42.

[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ibid., hlm. 43.

[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid., hlm. 38.

[8] Mochtar Buchori, 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia, Dari Kweekschool sampai ke IKIP: 1852-1998. Yogyakarta: Insist Press., hlm. 25.

[9] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Op.cit, hlm. 38.

[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ibid, hlm. 77.

[11] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ibid,, hlm. 90.

[12] Sismono La Ode Dkk. 2006. Biografi Pemikiran dan Kepemimpinan Prof. Suyanto, Ph.D. Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press., hlm. 281.

[13] Mochtar Buchori, op.cit. hlm. 136.

[14] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979. Pendidikan dari Jaman ke Jaman. Jakarta: BP3k. hlm. 204.



























Romantika Kudeta yang Gagal


Sekali peristiwa di Bandung, sehari sebelum kudeta, pagi 22 Januari 1950 Westerling bercakap-cakap sambil minum-minum di Hotel Preanger dengan kenalannya. Malam hari, ia bersama istrinya makan malam di hotel itu juga. Hari itu Paris van Java tenang, tak seorang pun menduga bakal terjadi prahara.Pada pukul 21.00, Westerling mengendarai mobil menuju Padalarang. Di sana, ia menunggu kiriman senjata yang akan dibagikan kepada anak buahnya. Sesuai rencana, pagi hari 23 Januari 1950, ia akan menyerang dua kota penting di Jawa: Bandung dan Jakarta. Strategi ini disesuaikan dengan geopolitik Bandung. Bandung adalah penyangga Jakarta, sekaligus ibukota Negara Pasundan yang dipimpin Kartalegawa. Sedangkan Jakarta adalah jantung kekuasaan Indonesia.Subuh 23 Januari 1950, 800 Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)— 300 orang diantaranya merupakan tentara Belanda—bergerak menuju kota Bandung. Mereka mengendarai truk, sepeda motor, jeep dan ada yang jalan kaki. Sepanjang jalan, mereka melucuti polisi negara di Pos Cimindi, Cibeureum, dan Pabrik Mekaf. Sementara itu, 2 peleton APRA dengan mengendari truk menuju Jakarta.Hari itu juga, jalan Bandung-Cimahi diblokir. Pos-pos polisi di sepanjang jalan menuju Bandung dilumpuhkan. Ketika sampai kota Bandung, masyarakat masih acuh pada tentara Belanda. Pemandangan itu biasa mereka saksikan. Tapi tiba-tiba mereka terkejut. Tentara Belanda menembak membabi buta di jalan Braga. Penduduk ketakutan, jalanan, toko-toko, dan rumah-rumah di Bandung menjadi sepi.Di depan apotek Ratkamp di Jalan Braga, sebuah sedan ditahan dan penumpangnya di suruh turun. Penumpang tersebut anggota TNI, dia disuruh berdiri dan langsung ditembak. Sedangkan penduduk yang tertangkap dinaikkan ke truk. Di depan Hotel Pranger 3 anggota TNI ditembak. Di Jalan Merdeka, 10 anggota TNI tewas. Di perempatan Suniaraja-Braga, 7 anggota TNI mengalami nasib serupa. Di Kantor Staf Kwartier Divisi Siliwangi Oude Hospitelweg, 15 anggota TNI diserang tiba-tiba, beberapa tewas, sisanya lari. Akibat serangan di Kota Bandung itu, 60-79 anggota TNI dan 6 sipil tewas. (hlm. 81)Kudeta tersebut akhirnya gagal. Senjata yang ditunggu Westerling tak datang. Tentara APRA di Jakarta yang siap menyerbu tak memegang senjata. Sedangkan Jendral Spoor, Pemimpin tertinggi tentara Belanda di Indonesia yang sebelumnya menyetujui kudeta tiba-tiba mengurungkan niatnya. Demikian juga dengan Sultan Hamid II yang sedianya membantu ternyata juga urung. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan masyarakat Jawa Barat yang berafiliasi padanya pun tak banyak memberi dukungan. Alhasil kudeta yang disiapkan Westerling berantakan.Padahal sebelumnya, ia telah atur rencana. Ia himpun kekuatan dengan memanfaatkan wacana mesianistik yang berhasil menghipnotis rakyat Jawa Barat. Di perdesaan Jawa Barat ia berhasil mendirikan organisasi yang berafiliasi kepada gerakan Ratu Adil. Bahkan ia berhasil menjalin kerjasama bawah tanah dengan Pemimpin DI/TII, Kartosuwiryo, pengusaha Indo-Belanda dan Cina, Sultan Hamid II, serta Walinegara Pasundan, Kartalegawa.Mengetahui kudeta ini, Perdana Menteri RIS, Mohammad Hatta berang. Hatta menuding Belanda melanggar pengakuan kedaulatan yang ditandatangani 27 Desember 1949. Untuk itu, Hatta segera memerintahkan menangkap dan menumpas gerakan Westerling. Demikian pula dengan Menteri Pertahanan RIS, Sultan Hamengkubuwono IX, yang menjadi target pembunuhan Westerling segera menginstruksikan untuk melumpuhkan APRA. Mengetahui kudetanya gagal, Westerling lari ke Singapura. Tapi sesampainya di negeri itu, ia ditangkap kepolisian Singapura.Pemerintahan RIS meminta Westerling diekstradisi ke Indonesia dan akan diadili sesuai peradilan Indonesia tapi pemerintah Belanda menolak. Westerling, yang menewaskan kurang lebih 40 ribu nyawa penduduk Sulawesi Selatan dan otak kudeta itu, oleh pengadilan Belanda divonis dua tahun penjara. Ia juga bebas dari dakwaan kejahatan perang oleh Mahkamah Internasional di den Haag, Belanda, sampai ia mati pada 26 November 1987.Prahara di Paris van Java yang dilakukan Raymond Westerling meninggalkan luka dalam sejarah Indonesia. Indonesia baru saja mendapat pengakuan de jure dari Belanda. Indonesia juga dihadapkan pada bentuk negara federasi berupa Republik Indonesia Serikat. Bentuk negara seperti ini dinilai para founding fathers sebagai strategi Belanda untuk memecah belah bangsa. Pendek kata, di saat Indonesia tertatih-tatih mestabilitasikan politik dan ekonomi, Westerling dan bekas tentara Belanda malah menikam dari belakang.Jejak kelam Westerling ini sepantasnya dibaca masyarakat Jawa Barat dan Indonesia. Dengan membaca buku ini pula pembaca akan terangsang untuk mengetahui lebih lanjut prahara di Paris Van Java. Apalagi Petrik Matanasi dalam karyanya ini sama sekali belum menyingkap oral history dari para pelaku dan saksi yang masih hidujp. Sumber dari oral history ini penting, agar rekonstruksi sejarah prahara di Paris van Java pada 23 januari 1950 semakin lengkap.Judul: Westerling,Kudeta yang GagalPengarang: Petrik MatanasiPenerbit: Media Presindo, JogjakartaCetakan: Juli 2007Tebal: 126 hlm.

Merawat Peradaban Islam di Indonesia


Judul : Sejarah Peradaban Islam di Indonesia
Editor : Mundzirin Yusuf, dkk.
Penerbit : Penerbit Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2006Tebal : 305 hlm
Bicara sejarah peradaban sama halnya bicara warisan pusaka. Warisan itu dirawat dan dijaga untuk tetap “mengabadi”. Andai warisan pusaka itu tak dirawat maka orang yang diamanahi menjaganya akan kualat. Karena warisan itulah yang menjadikan pewaris akan menyatukan dirinya atau bahkan sebaliknya mengklaim sebagai yang paling berhak dan layak mendapatkannya. Dalam konteks sejarah peradaban, Islam adalah warisan “pusaka”. Satu nilai yang agung dan mulia dari masa lalu yang akan diabadikan dan tak dibiarkan retak. Islam akan terus dijaga dan dirawat oleh pewarisnya kini dan bahkan selamanya. NU, Muhamdiyah, PKS, PBB, PPP, FPI dan JIL dan elemen-elemen lain adalah pewaris yang merasa memiliki “pusaka” itu.Apa yang nampak dari usaha-usaha “merawat” Islam itu nampak nyata kini. Gerakan-gerakan Islam kontemporer ala FPI dan JIL, atau partai Islam ala PKS, PBB dan PBR tak terlepas dari gerakan-gerakan Islam sebelumnya yang sempat dibungkam Orba dan kini tampak lebih tegas. Di masa Orba usaha merawat Islam selalu dihalangi dengan cara-cara sadis dan radikal dengan jalan memberikan stereotip: makar!. Tiap gerakan Islam yang dinilai membahayakan langsung dicap makar, disikat bedil.Usaha perawatan itu harus dibayar mahal oleh gerakan maupun partai-partai Islam. Masa Orba adalah masa ketika gerakan dan partai Islam diwadahi dengan didirikannya PPP pada 5 Januari 1973. Upaya itu dilakukan Soeharto untuk pembenaran kebijakannya. Menurut Orba, belum berhasilnya PSII pada pemilu 1973 membuktikan bahwa yang mampu menyatukan umat Islam adalah organ bentukan pemerintah. Sepintas nampak yang dilakukan Orba sangat moderat terhadap kalangan Islam. Alih-alih disatukan justru melemahkan gerakan-gerakan dan partai Islam yang getol merawat Islam di Nusantara.PSII yang lahir atas inisiatif kalangan Islam sendiri melakukan hal serupa, setelah Masyumi dibubarkan Soekarno pada 1960. Dengan radikalis Soekarno memenjarakan Moh. Roem dan Hasyim Azhari. Orla tak mau Masyumi yang didirikan oleh tokoh-tokoh Islam dari pelbagai elemen menjadi satu kekuatan besar menandingi golongan nasionalis dan komunis yang sejalan dengan idenya. Keinginan Soekarno menjadikan PNI sebagai partai tunggal dan ide NASAKOM-nya mendapat reaksi dari kalangan Islam.Dari situ sebenarnya nampak bahwa setiap usaha merawat Islam selalu mendapat halangan. Dari dalam Islam Nusantara sendiri ada semacam persinggugan di antara elemen-elemen yang ada. Persinggungan itu sudah ada semenjak Sunan Kudus dan Kalijaga bersinggungan pendapat dalam perkara Sutawijaya dan Aria Penangsang 5 abad lampau. Perkaranya Sutawijata dinilai Sunan Kudus kurang bisa merawat Islam dibanding Aria Penangsang kala itu.Meskipun ada persinggungan di Jaman kejayaan Islam Nusantara, usaha merawat Islam seperti tak mendapat halangan. Islam berhasil masuk dalam birokrasi dan sistem pemerintahan. Syekh Siti Jenar adalah contoh lain, ketika “usaha” merawat Islam direpresentasikan dengan cara berbeda. Jadilah dia diadili oleh rekan-rekannya sendiri yang getol merawat Islam asli dari tanah Arab.Usaha perawatan itu terus berubah dan diregenerasi. Pendidikan Islam yang akan melahirkan dari pewaris-pewaris Islam. Pesantren, sekolah Islam formal, dan univeristas-universitas Islam baik di dalam dan luar negeri yang akan meregenerasi dan mencari format baru untuk merawat Islam. Selama pendidikan Islam itu ada, selama itu pula Islam akan terus terjaga. Mereka para lulusan pendidikan Islam yang akan melahirkan gagasan tentang bagaimana Islam akan tetap terus mengabadi di Nusantara ini. Apa yang tertulis di atas, sebenarnya yang nampak menarik dari buku Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Satu buku yang ditulis dosen Sejarah Kebudayaan Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari buku ini pula terlihat bahwa sejarah peradaban Islam ditulis cukup obyektifif. Siapapun pembacanya, kalangan non-Islam sekalipun akan dengan gamblang mengerti sejarah perdaban Islam di bumi merah putih ini. Karena keberhasilan mendekati obyektif itu pula, buku ini menjadi referensi yang selayaknya menambah deret buku-buku favorit di rak buku Anda.

Rabu, 06 Mei 2009

Mengenal dari Dekat Profil Taman Bacaan Jujur Pertama di Indonesia

Oleh: Hartono Sudjadi

Minat baca masyarakat kita sebenarnya cukup baik, hanya saja ada beberapa kendala yang menghambat antara lain sulitnya para peminat baca mendapatkan bahan bacaan meningat mahalnya harga buku terutama buku-buku bacaan berkwalitas sehingga sulit dijangkau terutama masyarakat menengah-bawah. Maka, cara satu-satunya untuk mengatasi kebutuhan buku bacaan adalah dengan mencari bahan bacaan ke Taman Bacaan atau Perpustakaan. Sedangkan umumnta taman bacaan dan perpustakaan selalu menerapkan aturan-aturan dan syarat-syarat yang dirasakan masyarakat begitu rumit dan ketat. Oleh karena itu maka tidak mengherankan bila minat masyarakat untuk datang ke taman bacaan dan perpustakaan menjadi diurungkan. Terlebih-lebih, perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah seperti Perpusda dan Perpusdes sudah barang tentu jam layanannya disesuaikan dengan jam kerja kantor, sehingga bagi masyarakat yang pada jam-jam tersebut sibuk, sama sekali tidak dapat memanfaatkan layanannya.
Gambaran nyata seperti itulah yang membuat kami, Pengelola Pondok Maos Guyub yang berlokasi di desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal memberanikan diri untuk mengambil keputusan dengan membuat terobosan menjadikan Taman Bacaan kami dikelola secara terbuka, dan tampil beda bila dibanding dengan taman bacaan lainnya dimana pun. Sejak awal berdirinya pada tanggal 27 Pebruari 2007 kegiatan kami bersifat amal dalam melayani masyarakat, khususnya dalam pelayanan kegiatan baca. Oleh karena itu sejak awal pula Pondok Maos Guyub sudah menerapkan cara layanan Taman Bacaan Jujur, artinya taman bacaan bukan saja hanya sebagai penyelenggara kegiatan baca membaca saja, tetapi juga taman bacaan bisa dijadikan sebagai forum pembelajaran bagi masyarakat sekitar agar dapat bersikap jujur, disiplin dan tertib serta memiliki rasa tanggung jawab.
Barangkali pembaca sudah sering mendengar atau mengetahui di sejumlah sekolah terdapat kantin kejujuran, maka kapan lagi ada taman bacaan jujur kalau tidak dimulai dari sekarang. Program kegiatan yang bersifat sosial tentunta harus didasaridengan rasa penuh keikhlasan serta ketulusan, oleh karena itu kalau kita benar-benar ingin menerapkan cara seperti Taman Bacaan Guyub, tentu rasa kekhawatiran akan kehilangan bahan bacaan tidak perlu ada. Berbuat baik dan tanpa pamrih untuk banyak orang tentu ada berkah dari Yang Maha Kuasa.
Cara layanan dan kegiatan pada Taman Bacaan Jujur memang berbeda dengan taman bacaan lainnya dimana pun. Oleh karena itu jangan pernah berani mencoba terjun pada kegiatan yang bersifat amal, jika sekiranya masih ada tersisa rasa takut dan khawatir kehilangan dan mengharap imbalan. Dalam kegiatan sirkulasi layanan bacaan sehari-hari taman bacaan kami tidak pernah menggunakan administrasi yang njlimet; kami tidak pernah menanyakan kartu pengenal seperti KTP, SIM dan sebagainya. Para calon anggota atau peminjam hanya cukup dihimbau baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk pengumuman. Peminjam dan anggota harus mau memberikan keterangan secara benar dan jujur tentang identitasnya seperti nama dan alamatnya. Dan, yang penting peminjam juga dihimbau agar bisa disiplin dan tertib dalam pengembalian buku yang dipinjam yaitu tidak lebih dari satu minggu serta ikut menjaga dan merawat buku yang dipinjam.


Dalam praktek sirkulasi sehari-hari, peminjam cukup menulis sendiri buku-buku yang akan dipinjam atau buku-buku yang dikembalikan dalam buku administrasi yang telah disediakan. Sehingga pengelola disini ada kesan seakan-akan tidak melayani anggota. Jadi pada Taman Bacaan Jujur untuk menjadi anggota dan peminjaman buku hanya dikenakan jaminan moral saja. Bagi orang yang memahami arti jaminan moral ini justru lebih berat, karena bagaimana pun jaminan moral sama halnya dengan jaminan harga diri seseorang.
Model layanan yang diterapkan ini ternyata justru menjadikan taman bacaan kami semakin maju, bukan malah bangkrut. Donatur buku sering berdatangan tanpa harus diminta, bahkan Pondok Maos Guyub sendiri sudah mampu menjadi donatur bagi Taman Bacaan yang lain bukan hanya taman bacaan yang berada di Kabupaten Kendal saja tetapi sudah melampaui luar jawa. Dalam pelayanannya Pondok Maos Guyub bisa menjangkau pelayanan hingga 600 anggota yang tersebar di 100 desa lebih termasuk yang ada di luar Kabupaten Kendal.
Hal lain yang dicetuskan oleh Pondok Maos Guyub adalah Pembentukan Forum Komunikasi Pengelola Taman Bacaan se Kabupaten Kendal. Hal ini merupakan wujud kepedulian Pondok Maos Guyub terhadap sesama peneglola taman bacaan di Kabupaten Kendal, agar dapat bersama-sama saling bahu membahu membawa kemajuan taman bacaan serta menggiatkan masyarkat agar dapat memiliki kegemaran membaca. Maka lewat tulisan ini kami sebagai pengelola Pondok Maos Guyub, Bebengan, Kabupaten Kendal, mengajak sesama pengelola taman bacaan dimana pun saja agar berani mencoba menjalankan kegiatan seperti yang kami lakukan selama ini. Yakin dan percayalah berbuat kebaikan terhadap orang lain senantiasa akan ada berkahNYA.