Kamis, 18 Maret 2010

Pemerintah agar Cabut Wewenang Kejagung Bredel Buku

Sumber :

vhrmedia.com

VHRmedia, Jakarta – Pemerintah agar mencabut wewenang Kejaksaan Agung dalam mengawasi dan melarang peredaran barang cetakan. Para penulis diminta terus berkarya memproduksi buku.

“Buku harus tetap beredar, meskipun dilarang. Tuhan memerintahkan manusia untuk menulis dan membaca buku. Tuhan tidak pernah mengeluarkan perintah melarang peredaran buku,” kata Direktur Ruang Rupa, Ade Darmawan, di sela pameran menentang pelarangan buku di Taman Ismail Marzuki, Selasa (16/3).

Menurut dia, pelarangan buku tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi. Pelarangan buku bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 F.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Amiruddin Al Rahab, mengatakan pelarang buku menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengelola ketertiban umum. “Kalau pemerintah siap mengelola ketertiban umum, mereka tidak perlu melarang buku beredar.”
Menurut Amiruddin, kewenangan Kejaksaan Agung melarang peredaran buku merendahkan intelektual masyarakat. “Saya geram kepada Kejaksaan Agung, berani-beraninya mereka menentukan apa yang boleh dibaca atau tidak. Ini merendahkan intelektual saya.” (E1)

YLBHI: Kejagung Konyol Melarang Peredaran Buku

Sumber :

vhrmedia.com

VHRmedia, Jakarta – Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Patra M Zein, menilai konyol pelarangan buku oleh Kajaksaan Agung. Sebab, pelarangan tersebut tidak didasari teori dan aturan hukum yang jelas.

Kejagung tidak serius melarang peredaran buku. Beberapa buku yang dilarang justru semakin laris terjual. “
Ada beberapa buku yang dilarang, laris di pasaran dan harganya jadi sangat mahal,” kata Patra M Zein di sela pameran menolak pelarangan buku di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Selasa (16/3).

Menurut Patra, definisi ketertiban dan ketenteraman umum tidak dijelaskan dalam Pasal 30 UU 16/2004 tentang
Kejaksaan RI. Pasal ini dijadikan dasar untuk melarang peredaran buku. “Definisinya tidak jelas apa yang dimaksud ketertiban dan ketenteraman umum. Tapi itu menjadi landasan bagi Kejaksaan Agung untuk melarang buku.”
Kejagung dapat dikenai sanksi melanggar hukum konstitusi karena melarang peredaran buku. Kejagung juga melanggar instrumen hak asasi manusia Pasal 28 E dan F UUD 1945. “
Ada banyak undang-undang turunan yang dapat digunakan untuk menjerat Kejagung. Misalnya, Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena proyek pelarangan buku dananya berasal dari kas negara,” kata Patra M Zein. (E1)